Sabtu, 13 Desember 2008

Individu ASD Bisa Bekerja ?


Sejak mengelola sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan anak ASD (Autism Spectrum Disorder) cara pandang saya terhadap pendidikan dan masa depan anak memang jadi sedikit berbeda, bukan berarti tidak ingin anak sekolah tinggi tapi ternyata ketrampilan amat sangat diperlukan.
Saat ini, perhatian pemerintah terhadap pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus (special needs) memang masih sangat minim. Bahkan jaminan perlindungan dan dukungan bagi mereka belum ada. Sebab itu penyandang ASD membutuhkan dukungan penuh keluarga. Seperti halnya orang normal memiliki kekhasan masing-masing, mereka perlu pemahaman yang dicapai melalui interaksi terus-menerus.
Padahal jumlah anak-anak dengan berbagai kekurangan ini terus bertambah dan sering kali tidak memperoleh pendidikan yang memadai. Betapa pun mereka itu kan juga generasi penerus.
Ada sebuah iklan di luar negeri, tentang seorang anak remaja dengan pakaian tentara menggendong seorang anak lain yang lebih kecil di punggungnya. Saat orang bersimpati betapa berat beban yang dia pikul, anak itu menjawab "he's ain't heavy, he's my brother .... “ (dia tidak berat, dia saudaraku....).

Beberapa orang berpikir, bahwa anak-anak ini kelak akan "menyusahkan" saudaranya, karena kakak / adiknya harus terus "momong". Kalau saya tidak ingin berpikir seperti itu. Setiap orang mempunyai hati nurani, dan mempunyai kerinduan untuk berbuat baik dan semua itu dapat diarahkan untuk berbuat baik pada lingkup terdekat dahulu. Supaya tidak merepotkan, maka kita sebagai orang tua harus menyiapkan sistem dari sekarang, sehingga adil untuk semua anak mendapat kehidupannya masing-masing dan tetap terus saling mengasihi.


Pola Pendidikan

Untuk itu marilah berpikir tentang 'pola pendidikan’ yang sebaiknya ditempuh orangtua :

1. Anak belajar basic academic skills (baca-tulis-hitung) terserah lewat lembaga apa (sekolah reguler, sekolah mainstream, sekolah inklusi, sekolah khusus, SLB, homeschooling, terapi atau apa saja)

2. Anak belajar berbagai pengetahuan umum

3. Anak belajar KEMANDIRIAN dalam mengurus diri sendiri

4. Anak belajar SIKAP KERJA yang positif --- baca instruksi, bekerja sendiri, patuh, paham konsep bekerja dulu baru dapat imbalan, paham urutan dan sebagainya.

5. Anak meningkatkan ketrampilan tangan.

6. Anak digali potensi bakat dan minatnya.

Setelah itu orangtua mulai lirik-lirik atas dasar 'perkiraan' bakat & minat anak, bidang usaha apa yang cocok ? Misalnya :
- anak senang rapi-rapi, senang setrika/cuci pakaian ---- laundry ?
- anak senang goreng - goreng, masak - masak ---- catering ?
- anak senang prakarya ---- handycraft, toko pernak-pernik, kerja sama
dengan butik ?
- anak senang melukis, musik, menjahit, bersih-bersih ...

Kalau sudah ketemu, ketrampilan apa yang belum dikuasai anak agar bisa bekerja di bidang usaha itu ?

Ketrampilan - ketrampilan itu dipelajari di masa-masa antara 'sesudah anak menguasai basic skills’ dan 'sebelum masa dewasa'.

Jangan menetapkan TARGET KEBERHASILAN pada aspek akademis atau bicara saja. Kalau anak 'tertib', 'paham aturan' dan menyukai sesuatu (minat) bukan tidak mungkin dia dilatih ketrampilan tertentu yang membuat hari-harinya berwarna dan ia BANGGA pada dirinya sendiri.

Apa saja yang muncul dari anak-anak kita tidak boleh luput dari pengamatan, karena kita tidak tahu, setelah 10 tahun kebiasaan itu akan menjadi sebuah aktivitas yang luar biasa dan mengundang decak kagum setiap orang.
Lalu bagaimana dengan guru-gurunya? Tidak ada guru yang siap pakai. Semua belajar lagi karena setiap anak berbeda karakternya. Tak ada satu anak ASD pun yang sama persis dengan anak ASD yang lain. Satu hal yang utama, guru itu harus punya niat untuk membaktikan diri terhadap tugasnya, karena urusan ilmu dan teknik bukanlah sesuatu yang tak bisa dipelajari.
Memang kalau mau anak ASD bisa bekerja, orang tua harus mulai mengajarkan pekerjaan rumah tangga secara bertahap, walaupun hasilnya tidak memuaskan, tapi ingat semua orang itu belajar dari NOL.

Semoga ini menjadi inspirasi terutama bagi orang tua yang kebetulan pengusaha dan ingin mulai menciptakan lapangan kerja bagi anak-anak spesial ini. Anak – anak bisa melakukannya karena melihat contoh nyata orang tuanya.

Perhatikan Siapa Mereka ?
Di Belgia, misalnya, ada pabrik roti, toko pembuat kartu dan sebagainya yang menggunakan para penyandang ASD sebagai pekerja. Program ini juga sangat berhasil di Singapura dan Malaysia, menyalurkan anak-anak tersebut untuk bekerja di hotel, entah itu di bagian laundry atau sebagai bell boy.
Di Indonesia ada yang bisa menjadi kasir (toko roti Queen, Solo), presenter dan pengarang buku Autistic Journey 1 dan 2 (Oscar Dompas), bahkan anggota TOFI (Tim Olimpiade Fisika Indonesia).
Di sekolah saya, sudah ada seorang murid ASD yang juga menjadi asisten guru. Ada juga seorang penyandang Cerebal Palsi yang ingin menjadi penerjemah setelah menyelesaikan paket C (kesetaraan SMU).
Pernah dilakukan penelitian tentang etos kerja dari seluruh karyawan yang ada (antara karyawan biasa dan luar biasa). Yang menakjubkan ternyata hasil produksi dari 2 golongan tadi, karyawan spesial-lah yang memiliki tingkat etos kerja yang tinggi, misalnya jumlah produksi yang dihasilkan setiap harinya meningkat, dalam rate 30 % perbulan, setelah dianalisa ternyata karyawan yang special need tidak pernah melakukan korupsi waktu, tidak lelet-lelet (ogah-ogahan) sedang karyawan yang biasa.... kebalikannya kan?.
Bill Gates, Temple Grandin PhD, Donna Williams adalah individu – individu ASD yang sukses dibidang mereka dan telah menulis banyak buku mengenai kelainan mereka dalam memandang dunia. Sedih rasanya melihat dunia memperlakukan mereka (pelecehan, dibohongin dan sebagainya) karena kelainan yang mereka miliki.


Australia dan Amerika

Di Australia, setiap anak / orang disabled itu harus diperlakukan sama seperti anak / orang normal lainnya. Ada cukup banyak perusahaan yang dengan senang hati mau menerima anak-anak berkebutuhan khusus terutama anak ASD yang ternyata kalau sudah punya satu keahlian, bisa fokus dan mengagumkan.

Ini adalah website satu perusahaan komponen elektronik yang pegawainya hampir semuanya adalah orang-orang ASD. http://www.cns.org.au/about.htm

Di Amerika juga ada perusahaan - perusahaan yang bersedia menerima macam – macam disabled people. Bahkan ada organisasi - oganisasi swasta yang bersifat non profit, yang membantu untuk melatih dan menyalurkan untuk bekerja pada perusahaan - perusahaan.

Perusahaan tersebut sudah membuat semacam sistem dalam bentuk sebuah workshop (restoran,bengkel, craft shop) di mana mayoritas yang berperan adalah anak-anak berkebutuhan khusus. Kalau penerapannya tetap disesuaikan dengan kondisi lokal.

Kebanyakan orang tua yang tak mampu biasanya menganjurkan anaknya bekerja (biasanya perusahaan menerima penyandang cacat asal dinilai mampu melakukan pekerjaan yang akan diberikan) atau tinggal di rumah saja, bisa meminta DLA (disabilty living allowance - santunan uang dari pemerintah untuk penyandang cacat).

Hal ini didukung dengan adanya undang - undang "Equal Employment Opportunity (EEO) Laws. Salah satu isinya adalah:

Title I and Title V of the Americans with Disabilities Act of 1990 (ADA), which prohibit employment discrimination against qualified individuals with disabilities in the private sector, and in state and local governments;

Kalau memang individu tersebut qualified untuk pekerjaannya, maka diberikan kesempatan, terlepas dari perbedaannya.

Perjuangan ’luar – dalam’

Semoga suatu hari di Indonesia juga ada UU ini atau semakin berkembang autism awareness nya, juga awareness untuk anak berkebutuhan khusus lainnya. Semoga lain waktu ada perusahaan atau lapangan kerja khusus untuk anak-anak kita. Saya yakin jika itu dari sekarang kita mulai tidak menutup kemungkinan.

Jadi "keluar" kita berjuang untuk membuat masyarakat bisa menerima keunikan anak spesial, "kedalam" kita harus mendidik anak masing-masing agar dapat mandiri dan berkarya.

A gift of life, anak-anak ini adalah kado dari Tuhan. Mereka bukan untuk disembunyikan, bukan pula untuk dianggap sebagai kutukan yang memalukan. Mereka juga berhak menikmati kehidupan seperti ”anak normal” yang diajak jalan-jalan oleh orangtuanya ke mal, atau diajak bersosialisasi dengan anak lain.

Masakan anak kita tidak bisa jadi orang yang berguna nantinya. Apapun itu sesuai kelebihan dan kekhususannya. Saya berharap para orang tua jangan berputus asa apapun keadaan anak kita. Percayalah Tuhan pasti telah memberikan kelebihan kepada anak-anak kita yang nanti pasti ada gunanya buat masyarakatnya. Amin.

1 komentar:

  1. selama ini yang menjadi bahan diskusi saya dengan sesama guru ASD adalah bagaimana mereka bisa bekerja, minimal bisa memenuhi kebutuhan dasar(makan, pakaian dan tempat tinggal). dari beberapa sharing yang kami lakukan dengan orang tua yang memiliki anak ASD, mereka sudah menyiapkan usaha untuk anaknya(warisan usaha, deposito)tapi bagaimana dengan orang tua yang tidak mampu untuk menyiapkan usaha bagi anak mereka. usaha yang dapat kami lakukan adalah mencari jaringan pengusaha yang mau dengan tulus menerima mereka, apakah ada pengusaha seperti itu, ini adalah PR kami. seandainya ada informasi perusahaan yang membuka hati dan tanganya untuk ASD di Sidoarjo, nohon informasinya. (ASD di sekolah kami rata2 usianya masih 12 tahun, sudah remaja)
    untuk saling tukar informasi, ini email saya :
    aguspurwanto47@yahoo.co.id

    BalasHapus