Sabtu, 13 Desember 2008
Asrama Anak ASD,Tren Dunia Pendidikan Khusus
Anak – anak Autism Spectrum Disorder (ASD) yang ditandai dengan gejala gangguan berkomunikasi, berinteraksi sosial dan perilaku mempunyai derajat gangguan dan kemampuan yang berbeda. Ada yang Low Function, High Function, PDD NOS (Gangguan Perkembangan Pervasif) dan Gifted Talented (Cerdas Berbakat Istimewa). Sekolah yang menampung merekapun beraneka ragam, ada Sekolah Khusus, Sekolah Reguler, Sekolah Inklusi, Tempat Terapi dan Asrama.
Konsep pendidikan khusus di Amerika, Belanda dan Australia.
Sistem perundangan dan pendidikan di Amerika tidak memberlakukan labelling pada anak – anak yang belum memasuki usia sekolah (dibawah 6 tahun). Namun bukan berarti pemantauan dan pelayanan khusus bagi anak – anak yang memerlukannya tidak dilakukan. Secara umum sistem identifikasi di Amerika untuk kondisi berkekhususan dilakukan melalui pendekatan menyeluruh multi dimensional dan multi disiplin. Dilakukan dalam bentuk kolaborasi diagnosis yang menggunakan pendekatan psychoeducational assessment. Sistem aplikasi lapangan akan bergantung pada perundangan dan kebijakan dari masing – masing Negara Bagian. Namun demkian benang merah perundangan nasionalnya (Federal Law) tetap sama. Sistem yang berlaku di berbagai Negara Bagian walau berbeda, tetapi konsep dasar dan sistemnya sama. Proses pelayanan pendidikan khusus ini berlaku umum bagi seluruh jenis kondisi kekhususan termasuk didalamnya ASD yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Adapun halnya asrama ASD senantiasa mendapatkan pengarahan dari pemerintah dan lembaga – lembaga ilmiah kearah evidence based practice.
Negara Belanda dalam sistem pendidikan yang adaptif masa kini lebih memilih sedapat mungkin anak – anak kebutuhan khusus dimasukkan dalam sekolah regular http:/www.minocw.nl/wsns/. Hal ini berkaitan dengan filosofi pendidikan masa kini bahwa sekolah bukan hanya untuk mengembangkan kemampuan akademik, tetapi lebih sebagai tempat mengembangkan semua aspek tumbuh kembang anak. Kompetensi anak (inteletual, seni, musik, dan olah raga) dilakukan berdasarkan kemampuan dan kondisi anak.
Kepada orang tua juga diwajibkan mengikuti kelompok organisasi orang tua yang dibina oleh pemerintah atau lembaga – lembaga pendidikan. Yang terbesar adalah Pharos (http;//www.pharosnl.nl) yang mengeluarkan majalah ilmiah popular, mengadakan pertemuan antar orang tua baik online atau tatap muka, mengadakan seminar / pelatihan dan melayani hotline cuma – cuma jika terjadi kedaruratan dalam pengasuhan.
Asrama – asrama di Belanda yang terorganisasi menjadi badan hukum (yayasan) mendapatkan pengawasan dari pemerintah dan lembaga ilmiah karena saat ini banyak sekali beredar ilmu – imu dan teori yang masih ‘setengah jadi’ atau pseudoscience, beum ada bukti ilmiahnya yang dapat menyeret para orang tua mencari upaya – upaya alternatif yang justru tidak sesuai dengan kaidah tumbuh kembang anak disamping menghambat pembinaan yang diberikan pemerintah.
Di Australia, asrama – asrama lebih mengarah ke Group Home Facility yaitu orang tua individu ASD bekerja sama dengan orang tua lain yang punya visi dan misi yang sama menyediakan sarana rumah bagi mereka. Anak bekerja di rumah tersebut, semacam home industri. Saat ini, group home berkembang menjadi besar dan organized, yang mengawasi dan aktif mengontrol tetap saja orang tua. Para profesonal hanya bekerja (digaji seperti pegawai biasa). Harapan dari para orang tua dari asrama ini adalah agar individu ASD dapat menjadi “cahaya lilin” bagi teman – temannya.
Di beberapa kota di Malaysia dan Indonesia pun sudah ada yang memulai dan telah melaksanakannya, walaupun masih terbatas pada pengelolaan seadanya oleh individu tertentu, dengan bantuan sponsor dan donatur pribadi.
Melihat kondisi asrama ASD di Belanda dan Amerika perlulah di Indonesia dibangun multidiscipline networking dan system referral antara Departemen Pendidikan dan Departemen Kesehatan dalam rangka psychoeducational assessment.
Memasukkan anak ke asrama ASD bukan berarti orang tua lepas dari tanggung jawab beban berat dan hanya untuk mengejar kesenangan. Masa depan dan kebahagiaan anak – anak inilah yang kita utamakan.
Penulis pernah bertemu dengan seorang ayah yang sudah berumur, yang masih harus menjaga, merawat anak ASDnya yang sudah dewasa sendirian (beban tambah berat saat sang istri sudah tiada). Tidak ada keluarga dan saudara sang anak yang dapat menggantikan posisi orang tua tersebut. Apa permintaan doa sang ayah kepada penulis ? Mohon kepada Tuhan agar diberi hidup lebih sedetik saja dari sang anak. Dari sinilah penulis berfikir anak – anak remaja ASD yang beranjak dewasa perlu memiliki tempat berlindung yang efisien selain di rumah sendiri .
Bimbingan juga diperlukan bagi orang tua agar mampu dengan baik mengasuh dan mendampingi pendidikan anaknya. Syukur kalau orang tua menyadari hal ini dan mampu membimbing mereka. Banyak juga yang terlambat ditangani, karena sering orang tua tidak tega dan tidak konsisten dalam penerapan.
Semoga saja usaha dan perjuangan yang sudah dilakukan baik dalam usaha membuat anak lebih baik maupun usaha meningkatkan kepedulian masyarakat tidak akan pernah sia – sia.
Penulis percaya pasti akan terlihat hasilnya walaupun sedikit demi sedikit. Tidak ada yang berani bilang kalau perjuangan itu gampang, yang penting kita tetap semangat dan bersatu, jangan saling ‘menjatuhkan ‘ baik antar orang tua senasib maupun para terapis (professional). Tuhan pasti melihat perjuangan kita. Percayalah…!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar